Tanpa Judul II


drowning

Seperti hidup tanpa jiwa.

Bosan, kosong, sedih, hampa !

Seperti dialirkan arus sungai, bukan tenang tapi deras.

Terhempas batu-batu.

Aku benci ngilunya. Aku benci perihnya. Aku benci tajamnya dingin menembus tulangku.

Air memerah oleh luka yang kembali berdarah.

Tenang, tenang.

Tangisku akan teredam ributnya riak.

Air mata akan membaur dengan buih-buih ombak.

anginpun takkan tahu aku mengisak.

Enak saja. Tak mau aku buang energiku untuk berdiri melawan derasnya.

Buat apa? toh aku jatuh lagi nantinya, hancur lagi nantinya

Aku hanya terlentang di atas riak air.

Menonton awan berarak.

Ah, pantaskah aku cemburu?

Karena angin menerbangkan mereka dengan lembut.

Desir angin samar-samar membisikkan tawa mereka.

Angin rupanya tak ramah padaku.

Perih lagi.

Sudahlah, kututup mataku.

Bisa gila aku mencemburui awan-awan itu.

Toh mereka tetap akan berarak anggun. Tak peduli padaku.

Aku mencoba tertawa. Tapi lalu tersedak air sialan ini.

Sakit. Aku menangis lagi.

Awan-awan itu sudah hilang.

Mereka kemana? Atau aku yang terseret terlalu cepat?

Bosan, ah. Tak ada lagi yang bisa dilihat.

Langit kosong. Awan-awan itu pergi meninggalkanku.

Atau mereka tahu aku cemburu?

Harusnya mereka tetap disini.

Mereka bisa menyombongkan indahnya langit di atas sana.

Aku akan dengar.

Ya, dengar dan terluka.

Tapi tak apa. lukaku sudah menumpuk.

Tergores sedikit lagi juga tak apa.

Seperti apa ujung sungai ini?

Masih kuatkah aku untuk sampai di sana?

Hush. Jangan berharap yang tidak-tidak.

Riak kasar menyibukkan telingaku.

Dinginnya membiusku.

Dan aku…

Aku menunggu mati tenggelam.

sebuah catatan lama yang lain,

02112009

10:32 pm

Jo